Sabtu, 29 Agustus 2015

Bisnis Online Dropship, Bisnis Online Murah Meriah dan Menarik



Bisnis Online Dropship, Bisnis Online Murah Meriah dan Menarik

Saat ini sedang marak bisnis reseller menggunakan sistem dropship. Sudah pernah dengar bisnis ini? Sistem dropship adalah suatu teknik dimana reseller memasarkan produk orang lain tanpa harus menyimpan stok barang tetapi langsung mentransfer pemesanan dan detail pengiriman ke pabrik atau ke distributor. Meskipun pengiriman barang dilakukan oleh pabrik atau distributor, pengirim tetap atas mencantumkan nama reseller sebagai pengirimnya. Reseller mendapat laba dari perbedaan harga pabrik dengan harga eceran. Jadi disni reseller bisa dibilang tidak bermodal paling cuma modal katalog atau website (bisa pake website gratis). Mirif dengan dengan affiliate marketing.
Bisnis ini akan lebih menarik lagi, kalau anda bekerja dengan memanfaatkan Software, yakni Tokopedia Sceaper.  

https://account.ratakan.com/aff/go/harmenharmen/?i=526

Tokopedia Scraper. Sudah pernah dengar Tokopedia kan? Saat ini Tokopedia adalah tambang baru bagi penggiat bisnis Online dan sekaligus merupakan tren baru dalam berbisnis online terutama online shop. Bayangkan lebih dari 5 juta produk dari berbagai UKM ada di tokopedia. Kalau anda mampu jadi pemasar yang baik dan dapat menjualkan produk mereka, maka semua para pemilik produk itu akan berterima kasih pada anda dan anda pasti dapat komisi.
Jadi yang anda butuhkan adalah suatu software yang bisa membantu anda untuk mejadi pemasar yang baik bagi produk-produk tersebut, terlepas sebagai Dropship, atau sekedar memasarkannya saja atau anda membuka Toko Online dengan produk mereka bahkan dengan harga yang sudah anda sesuaikan. Anda tidak perlu proses penjualannya, biarkan para pelanggan anda bertransaksi dengan pemilik barang; anda tinggal dapat komisi atau selisih harga mereka dengan harga yang anda tawarkan. Semua itu anda bisa lakukan dengan software TOKOPEDIA SCRAPER.

Anda memang harus kerja sama dengan pemilik barang dan kalau sudah oke barulah anda membangun Toko Online Anda dengan Software ini. Bagi anda sebagai Dropshipper pekerjaan ini sungguh sederhana dan tidak ribet, dan bagi para Sipplier mereka akan senang karena produk mereka akan lebih laris. Sama-sama Untung. Bagi anda sendiri bisa membuat Toko Online anda sebanyak ayng anda mau, ya hanya langitlah yang jadi batasnya. Cara kerja Software LANGKA ini Bisa Mengupload Ribuan Produk Siap Jual Tanpa Perlu Campur Tangan Anda Lagi meskipun Anda tinggal Tidur... dan komisi jalan terus...
UNTUK INFO LEBIH LANJUT DENGAN TOKOPEDIA SCRAPER KLIK DISINI

Selasa, 18 Agustus 2015

Indonesia Convention Exhibition ICE dan Gairah MICE di Indonesia



Indonesia Convention Exhibition ICE dan Gairah MICE di Indonesia
Oleh Robert Adhi Ksp

Indonesia Convention Exhibition, gedung konvensi dan ekshibisi yang dibangun di lahan seluas 22 hektar di kawasan BSD City, Tangerang, Banten, akan menggairahkan industri MICE (meeting, incentive, conference, and exhibition) di Indonesia. Ruang konvensi atau grand ballroom di Indonesia Convention Exhibition (ICE) ini memiliki luas 4.000 meter persegi dan dapat dibagi dalam empat ruangan. Foto diambil Sabtu (25/7/2015).


Indonesia Convention Exhibition (ICE) yang kini memiliki luas 117.000 meter persegi dan kelak akan memiliki luas sampai 200.000 meter persegi merupakan gedung konvensi dan ekshibisi terbesar di Indonesia dan Asia Tenggara. Jika ICE diperluas hingga 200.000 meter persegi, gedung konvensi dan ekshibisi itu akan berada di posisi dua besar di Asia, di bawah China Import and Export Fair Complex di Guangzhou, Tiongkok (338.167 meter persegi). Posisi ICE (jika luasnya sudah 200.000 meter persegi) akan berada di atas Shanghai New International Expo Centre di Shanghai, Tiongkok (199.741 meter persegi), IMPACT Exhibition and Convention Center di Nonthaburi, Thailand (140.283 meter persegi), Guangdong Modern International Exhibition Center di Dongguan, Tiongkok (116.128 meter persegi), KINTEX di Goyang-si, Korea Selatan (108.696 meter persegi), China International Exhibition Center di Beijing, Tiongkok (106.838 meter persegi), Shenzhen Convention & Exhibition Center di Shenzhen, Tiongkok (104.980 meter persegi), Singapore Expo Convention Center (100.335 meter persegi), Tokyo Big Sight di Tokyo, Jepang (80.825 meter persegi), dan Cotai Expo di Makau (75.251 meter persegi).

Namun, saat ini dengan luas 117.000 meter persegi, ICE masih berada di posisi lima besar Asia. Berapa pun posisi ICE di Asia, yang pasti kehadiran ICE di BSD City bakal menggairahkan industri MICE di Indonesia dan Asia. ICE dioperasikan oleh Deutsche Messe, perusahaan operator global asal Jerman yang diakui dunia. Deutsche Messe adalah organizer pameran dagang terkemuka, di antaranya Hannover Messe, CeBIT, CeMAT, Domotex, dan LIGNA. Deutsche Messe juga operator Shanghai New International Expo Centre (SNIEC), venue paling sukses di Asia. ICE memiliki 10 hall yang luas totalnya mencapai 50.000 meter persegi. Fasilitas lainnya yang dimiliki ICE adalah gedung konvensi atau dinamakan grand ballroom seluas 4.000 meter persegi (yang bisa dibagi menjadi empat ruangan), 29 ruang rapat dengan total luas 5.000 meter persegi, pre-function lobby seluas 7.500 meter persegi, ruang VIP, ruang medis, serta ruang outdoor yang luas dan panjang.
ICE juga sudah menyediakan 4.000 tempat parkir (1.500 di parkir bawah, 1.500 parkir di outdoor, dan 1.000 lainnya di badan jalan dekat ICE, serta parkir di gedung-gedung Sinarmas Land yang lokasinya tidak terlalu jauh.

ICE dibangun oleh dua perusahaan terkemuka Indonesia, yaitu Kompas Gramedia (Medialand) dan Sinarmas Land (BSD). Komposisi kepemilikan saham ICE adalah Kompas Gramedia 51 persen dan Sinarmas Land 49 persen. Kedua perusahaan ini mendirikan perusahaan patungan bernama PT Indonesia International Expo (IIE).
Mengapa Sinarmas Land tertarik terjun pada industri MICE? Menurut Direktur PT IIE Ishak Chandra, yang juga CEO Strategic Development and Services Sinarmas Land, industri MICE membutuhkan gedung yang memadai. Saat ini terdapat 400.000 perusahaan di Indonesia. Jika 1 persen dari jumlah ratusan ribu perusahaan itu menggelar rapat dan pertemuan, artinya akan ada 4.000 pertemuan. Jumlah gedung MICE di Jakarta yang representatif masih bisa dihitung dengan jari, di antaranya JIExpo Kemayoran dan Jakarta Convention Center di Senayan. Namun, gedung MICE di Jakarta masih minim sehingga banyak perusahaan kesulitan mencari tempat yang pas.
Fakta inilah yang membuat Sinarmas Land mencari mitra strategis. Pengembang yang membangun kawasan BSD City itu kemudian menggandeng Kompas Gramedia yang sudah berpengalaman mengoperasikan MICE dan juga memiliki sejumlah gedung MICE di sejumlah kota di Indonesia. Keduanya sepakat membangun gedung MICE yang terbesar di Indonesia dan Asia Tenggara, bahkan termasuk yang terbesar di Asia. Keduanya juga sepakat menggandeng Deutsche Messe, operator global asal Jerman yang mengantongi banyak pengalaman mengoperasikan gedung MICE di sejumlah kota di dunia.

BSD City sebagai kawasan baru di luar kota Jakarta yang menjadi lokasi ICE pun makin memikat. Kawasan ini terus berkembang pesat. Kehadiran ICE akan memberikan efek domino bagi kawasan itu dan juga bagi masyarakat Tangerang. Lapangan pekerjaan diharapkan akan makin banyak terserap.Vice President PT Deutsche Messe Venue Operator Aage Hansen memuji gedung ICE yang berkualitas tinggi. Deutsche Messe, katanya, sudah siap mengoperasikan gedung ini dan menggairahkan industri MICE di Indonesia. Hansen mengatakan sudah banyak orang asing yang tahu tentang ICE dan mereka sudah meminta informasi tentang gedung MICE itu.
Akomodasi untuk mereka yang menggelar acara MICE di ICE sudah tersedia. Di kawasan ICE saat ini sedang dibangun Hotel Santika Premier (bintang 4 plus) dengan 270 kamar. Dalam satu-dua tahun ke depan akan dibangun dua hotel baru.Indonesia Convention Exhibition (ICE) yang dibangun di lahan seluas 22 hektar di kawasan BSD City, Tangerang, Banten ini merupakan gedung MICE terbesar di Asia Tenggara dan salah satu yang terbesar di Asia. Foto diambil Sabtu (25/7/2015).
Indonesia Convention Exhibition (ICE) yang berlokasi di kawasan BSD City, Tangerang, Banten ini merupakan gedung MICE terbesar di Asia Tenggara dan termasuk yang terbesar di Asia. ICE dibangun di lahan seluas 22 hektar. Foto diambil Sabtu (25/7/2015). Di kawasan BSD, Gading Serpong, Alam Sutera, dan sekitarnya terdapat belasan hotel dengan jumlah kamar sekitar 3.000. Hotel-hotel ini siap menyambut kedatangan tamu-tamu ICE.
Beberapa event sudah digelar di ICE meski gedung MICE ini belum resmi dibuka, di antaranya konser Michael Buble (29 Januari 2015) dan Katy Perry (Mei 2015) yang disaksikan ribuan penonton. Berbagai acara digelar menyambut grand opening ICE bulan Agustus 2015, di antaranya penampilan grup band K-Pop "Bigbang" asal Korsel (1 Agustus), Teater Koma/Sam Pek Eng Tay (31 Juli-2 Agustus), Jember Carnaval (2/8), Dog Show (2/8), Food Bazzar (1-9/8), Cookin' Nanta Show (6-9/8), Magenta Orchestra (8-9/8), Bricktopia (2/8), Ice 3x3 Basket Ball Competition (7-9/8), Worlds of Gaming/WOG (6-9/8). Acara terbesar adalah Gaikindo Indonesia International Auto Show pada 20-30 Agustus yang menggunakan semua hall dan ruangan ICE.

Indonesia Convention Exhibition (ICE) yang dibangun di lahan seluas 22 hektar di BSD City, Tangerang, Banten, menjadi gedung MICE terbesar di Asia Tenggara.Yang tetap perlu disoroti adalah soal infrastruktur jalan. Jangan sampai akses jalan selalu menjadi persoalan bagi setiap gedung MICE. Saat ini ada tiga akses jalan menuju ICE. Pertama, dari Jalan Tol JORR Pondok Indah-Bintaro-BSD menuju perempatan Giant-German Center. Kedua, dari Jalan Tol Jakarta-Tangerang menuju Gading Serpong (Km 18) dan menembus ke BSD. Ketiga, akses jalan baru dari Jalan Raya Serpong (bekas Bundaran BSD yang sudah dibongkar).
Akses keempat yang sedang diselesaikan adalah terusan Jalan Tol BSD yang keluar langsung ke kawasan ICE dan AEON Mall. Jika jalan ini selesai dibangun, akses ke ICE akan makin mudah dan cepat.Akses kelima yang akan diselesaikan menjelang penyelenggaraan Asian Games 2018 adalah Jalan Tol Serpong-Bandara. Jika jalan tol ini rampung, akses dari bandara ke ICE bisa dipangkas menjadi 15-20 menit. Jalan tol ini harus diselesaikan segera mengingat ICE akan menjadi tuan rumah bagi tujuh cabang olahraga Asian Games 2018. Indonesia sudah ditunjuk menjadi tuan rumah.
Selain akses jalan, sudah waktunya pengembang membangun infrastruktur transportasi massal seperti LRT dan monorel di seputar Serpong dan Tangerang. Ini tentu akan memudahkan warga mengunjungi berbagai acara MICE di ICE. Presiden Joko Widodo dijadwalkan akan menghadiri peresmian ICE pada Agustus mendatang. Ini sinyal benderang bahwa Presiden mendukung penuh industri MICE, termasuk di dalamnya industri kreatif. Kehadiran ICE tentu membanggakan Indonesia karena gedung ICE termasuk yang terbesar di Asia. Berbagai pameran nasional dan internasional akan digelar di gedung ini dan akan menggairahkan industri MICE. Semoga masyarakat merasakan efek domino dan mendapatkan nilai tambah dari kehadiran ICE. (Sumber : Kompas, 29 juli 2015)

Sabtu, 08 Agustus 2015

Penulis Sukses: Jejak Pantun dan Syair



Penulis Sukses: Jejak Pantun dan Syair
Oleh Matdon
Di harian Kompas edisi 3 Mei 2015 halaman 27, saya membaca sebuah tulisan Maman S Mahayana berjudul Dinamika Pantun dan Syair. Dia mempertanyakan, ”Benarkah kini reputasi pantun seolah-olah terkubur dan digunakan sekadar untuk guyonan, ledek-ledekan atau dikatakan Matdon: nyaris menjadi fosil sastra? Sesungguhnya tidak juga begitu. Matdon mengambil contoh pantun profan(?). Meski dikatakannya dari mereka yang tak paham aturan, pantun tak mengenal dikotomi profan dan sakral. Sementara sinyalemen STA, saya tempatkan dalam konteks semangat zaman. Ketika itu, majalah Pujangga Baru memuat begitu banyak puisi para penyair kita yang dikatakan baru, modern, bebas, individualistik, penuh semangat, dan merefleksikan suara sukma”.
Saya hanya ingin mengatakan bahwa pantun dan syair adalah jejak sastra lama, fungsi dan peranannya nyaris terlupakan, nyaris menjadi fosil sastra. Terdesak oleh kebutuhan sastra kontemporer, sastra industri, dan tetek bengek kemodernan. Meski nasibnya masih beruntung tidak seperti halnya gurindam dua belas, mantra, dan jenis puisi lama lainnya juga nyaris menjadi fosil sastra.Ada dua buku kumpulan pantun dan syair yang saya baca dalam beberapa tahun terakhir ini, yakni buku kumpulan syair dan pantun Bual Kedai Kopi karya Suryatati Manan dan Martha Sinaga, dan buku kumpulan Pantun Asal2an Ala Bang Sofyan karya wartawan senior Sofyan Lubis.
Membaca Bual Kedai Kopi, di sana saya meliat gambaran estetika Melayu yang unik dan klasik serta memiliki daya tarik yang asyik. Lokalitas kata bual menggambarkan realitas tradisi masyarakat sejumlah daerah yang disebut sebagai warisan budaya Melayu (Riau, Jambi, Padang, dan lainnya); budaya ngobrol, sekadar bincang-bincang santai—membicarakan apa saja. Konsep kata bual pada awal judul buku ini membuat sastra memiliki pijakan sebab karya sastra yang ”menyadari” estetika lokal akan memperkaya bahasa Indonesia. Karena diakui atau tidak, saat ini pantun dianggap sebagai sastra lokal yang berkembang di sejumlah daerah tertentu saja, padahal pantun adalah ”teks/bahasa/sastra” lisan warisan nenek moyang hampir di seluruh Tanah Air. Artinya, bukan (lagi) sastra lokal meskipun pada akhirnya pantun di sejumlah daerah akan berbeda cara ungkapnya.
Milik Melayu. Pantun sering dianggap sebagai milik orang Melayu saja (orang awam menyebut Melayu adalah orang yang lahir dan hidup di luar Pulau Jawa). Padahal istilah bahasa Melayu mencakup sejumlah bahasa yang saling bermiripan di seluruh wilayah Nusantara dan di Semenanjung Melayu, bahasa Melayu sendiri menjadi bahasa resmi di Brunei, Malaysia, Singapura, dan Indonesia. Dan digunakan juga di Sri Lanka, Thailand selatan, Filipina selatan, Myanmar selatan, sebagian kecil Kamboja, hingga Papua Niugini. Karena pantun berasal dari sastra lisan dan seperti kebanyakan sastra lisan lainnya, pantun menjadi sangat ”istimewa” sehingga banyak yang menjadikan pantun sebagai bahasa yang susah dan rumit. Jangan heran kalau buku kumpulan pantun tak sebanding dengan lahirnya buku-buku puisi modern dan buku-buku puisi angkatan penyair Facebook.
Lalu pada buku pantun yang ditulis oleh wartawan senior H Sofyan Lubis berjudul Pantun Asal2an Ala Bang Sofyan terbitan PT Elfiendha Media Jakarta setebal 130 halaman, saya melihat kekacauan yang serius, halaman 6 buku ini tertulis pantun: Waktu kecil puasa disuruh/Waktu remaja puasa separuh/Patut kita membersihkan diri/Tolong maafi kesalahan kami (halaman 72).
Buku ini, menurut Bang Sofyan, diniatkan untuk ”memperpanjang” nyawa pantun agar disenangi kaum muda. Namun, apa jadinya jika buku ini kemudian tak memiliki konsep pantun yang benar. Saya kira, kesalahan konsep dalam pantun tidak lebih baik ketimbang pantun profan. Pembacaan pantun di acara-acara besar pernikahan, pertemuan budaya, dan atau pertemuan lainnya hanyalah sebagai pelengkap penderita. Saya jarang sekali menyaksikan pantun dibacakan secara improvisasi di sembarang tempat. Berbeda dengan puisi, di mana orang akan bebas membaca kapan dan di mana saja (bukan hanya pada acara resmi, sering saya saksikan dan lakukan di Bandung bersama kawan-kawan), walaupun sebetulnya puisi (modern) juga di acara formal hanya menjadi pelengkap acara.
Namun, sebenarnya beruntung pantun hingga saat ini masih banyak dipakai oleh kalangan muda meskipun penggunaannya hanya sekadar untuk main-main ataupun hiburan (paling tidak dalam lima tahun terakhir, baik di tayangan televisi maupun pergaulan sehari-hari), bahasa mereka pun disesuaikan kondisi zaman sekarang. Sakralitas pantun yang dilontarkan para pelawak secara spontan di tayangan televisi memang sudah rusak, tidak memperhatikan kaidah sampiran dan isi. Misalnya para pelawak sering berpantun ”Hei penonton…. Makan kentang di atas genteng bawa pistol, jangan mentang-mentang muka lu ganteng, padahal tiap hari lu cuma tukang dagang ikan jengkol”.

Ini tentu saja pantun ngaco, tapi pantun yang ada di televisi itu menjadi penanda bahwa pantun masih tetap ada dan disukai, lepas dari apakah mereka menyadari atau tidak bahwa pantun yang mereka pakai itu benar atau tidak, sebab yang mereka cita-citakan hanyalah tawa penonton. Dengan demikian, telah muncul fenomena pantun profan dan berkembang di pergaulan masyarakat modern. Meski pantun ”jenis baru” ini keluar dari pakem pantun, keberadaannya lebih komunikatif di kalangan anak muda. Bahkan sejalan dengan fungsi pantun pada dasarnya. Pantun profan ini kerap pula menjadi media komunikasi rekreatif yang menghibur.
Kelemahan pantun profan dalam pergaulan dan tayangan televisi adalah isinya tidak lagi berpuncak kepada nilai-nilai luhur budaya. Akibatnya, pantun menjadi barang mainan, kehilangan fungsi dan maknanya yang hakiki, yakni sebagai media untuk memberikan pengajaran serta pewarisan nilai-nilai luhur budaya bangsa. Jadi fenomena pantun profan di sisi lain harus disyukuri, tapi di sisi lain hal ini merupakan realitas yang cukup memprihatinkan karena kegagalan mengomunikasikan nilai-nilai luhur dalam pembacaan pantun dan akan mereduksi pantun hanya sekadar permainan kata-kata dan hiburan penyemarak suasana.
Agak sulit jika fenomena ini dianggap sebagai sesuatu yang harus direvitalisasi, lalu siapa yang harus melakukan revitalisasi? Pemerintah atau sastrawan? Pemerintah tentu saja terlalu sibuk mengurus kekuasaan dan politik melebihi kesibukan para malaikat.Jika sastrawan harus melakukanrevitalisasi caranya seperti apa? Karena arus budaya bahasa tak mungkin bisa dibendung, bahasa adalah ruang paling wadag bagai manusia, ia tak mungkin bisa dilarang untuk tidak berkembang. Pertanyaan saya berlanjut, apakah suatu hari kelak fenomena pantun profan ini akan menjadikan pantun sebagai fosil sastra/bahasa akibat pengaburan identitas pantun itu sendiri? Dengan catatan bahwa sebuah peradaban yang dibangun tanpa berlandaskan kepada nilai-nilai kulturalnya adalah peradaban semu dan rapuh. (Sumber : Kompas, 9 Austus 2015)

Sabtu, 01 Agustus 2015

Penulis Sukses, 3 Jurnalis Menulis Buku untuk Perempuan Papua



3 Jurnalis Menulis Buku untuk Perempuan Papua



Tiga Jurnalis perempuan, yaitu Nunung Kusmiaty (kiri) Nethy Dharma Somba (tengah), Katharina Janur Litasari (kanan) yang menulis buku "Bukan Perempuan Biasa". [SP/ Roberth Vanwi] Tiga Jurnalis perempuan, yaitu Nunung Kusmiaty (kiri) Nethy Dharma Somba (tengah), Katharina Janur Litasari (kanan) yang menulis buku "Bukan Perempuan Biasa". [SP/ Roberth Vanwi]

      
Sejumlah perempuan Papua dinilai unik, sukses, dan menonjol dalam prestasi oleh 3 jurnalis perempuan Papua. Mereka yang disebut bukan perempuan biasa itu adalah Baetrix Wanane anggota KPU Papua, Berlinda Ursula Mayor Ketua Pengadilan Negeri Kelas IIB Wamena, Herlina Rosa Papare pendiri Sekolah Sepak Bola Bhineka Tunggal Ika, Hermina Kosay Instruktur Pre Apprentice Institue Pertambangan Nemangkawi Freeport. Selain itu, terdapat Lievelin Louisa Ansanay, Ketua DPRD Kota Jayapura, DR Margaretha Rumbekwan Direktur IPDN Kampus Papua, Octaviyanti Balndina Ronsumbre Pilot di PT Trigana Air Service, Olga Helena Hamad Ketua KontraS Papua, dan Shipora Puhili Tokoro Bidan Kampung.
Lalu ada Siti Nurdjaja Soltief, Kepala VCT RSUD Jayapura dan aktivis kesehatan, Suzana D Wanggai Kepala Perbatasan dan Kerjasama Luar Negeri Provinsi Papua, Tina Komangal wirausaha di Mimika, Yakoba Lokbere Anggota DPR Papua. Prof DR Yohana Susana Yembise Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dan  juga masuk dalam daftar, dan tak ketinggalan Yosina Bosawer penjual sayur yang menyekolahkan anaknya di Fakultas Kedokteran Universitas Cenderawasih.
Inilah  para perempuan  Papua  dengan sejumlah sepak terjangnya yang ditulis oleh 3 jurnalis  perempuan,  yaitu  Nethy Dharma Somba (The Jakarta Post) , Katharina Janur Litasari (KBR 68 H dan Nunung Kusmiaty  (Harian Papua Pos) dalam bukunya "Bukan Perempuan Biasa". Buku setebal 130 halaman itu, didesain oleh  Ridwan Bento  Manubun yang juga jurnalis, diluncurkan   Minggu (8/3) malam di Hotel Grand Talent Abepura. Nety Dharma Somba mengatakan, untuk menulis buku ini, mereka banyak menyesuaikan dengan waktu narasumber serta kesibukkan penulis sebagai jurnalis.  Menurut alumni Fakultas Sastra Indonesia, Jurusan Kesusateraan Universitas Hasanuddin itu, buku ini menjadi pembeda  karena mereka  ingin menunjukkan bahwa banyak perempuan Papua juga bisa berhasil dan sukses.
Menurut ibu dua orang anak ini, ketiga penilis bahagia dan terharu dengan terbitnya buku itu. "Selain kami sudah banyak meliput soal Tanah Papua yang penuh dengan segala gejolaknya, kami juga bisa menulis dan dedikasikan buku ini  kepada   perempuan Papua. Semoga buku ini memberikan inspirasi bagi semua perempuan Papua di mana saja berada," kata Nethy. Sedangkan Katharina Janur Lithasari menyampaikan, sejumlah narasumber dalam buku  ada yang dikenal langsung, ada yang diketahui lewat bincang-bincang dengan sejumlah teman. Buku bersampul kuning dengan gambar 15 orang perempuan Papua itu dikerjakan sejak Oktober tahun lalu.
"Kerja keras memang untuk menulis buku ini selain lakukan liputan, yah menulisnya harus nyicil," kata Lita yang bersuamikan juga seorang jurnalis. Ia berharap, buku ini dapat diterima semua kalangan.  "Banyak perempuan Papua yang hebat dan berprestasi hebat lain,  namun karena keterbatasan kami  baru menulis 15 perempuan ini. Mudah-mudahan kami bisa menulis perempuan-perempuan lain yang menjadi inspirasi bagi  rakyat Papua," kata Lita.

Sementara  Nunung Kusmiaty, perempuan yang mempunyai 5 orang anak ini, mengawali karier jurnalistiknya di Kota Bandung, Jawa Barat lewat SKM Galura grup Pikiran Rakyat pada 1990-an. Dia hijrah ke Kota Jayapura pada tahun 2000. "Menulis dan mengumpulkan bahan penulisan untuk buku memerlukan kesabaran. Saya bahagia buku ini bisa selesai, semoga buku ini menjadi warna lain dari buku-buku Papua yang sudah banyak beredar," katanya. Disinggung SP dari mana dana untuk membuat buku ini?  Ketiga  jurnalis perempuan ini tersenyum bersamaan. "Ini bantuan dari para relasi, aktifis yang ada di Kota  Jayapura dan juga dari kocek pribadi kami bertiga," kata  Nety Dharma Somba.

Ini pun diamin Katrina Lita dan  Nunung.  "Tak masalah  juga, namanya juga usaha jadi semua harus dijalanin untuk hadirnya buku ini. Terpenting kami  bahagia," kata Katharina Janur. [154/N-6,suara pembaruan , 9 Maret 2015)