Jumat, 30 Oktober 2015

Telkomsel Luncurkan Fitur Baru T-Cash

Telkomsel Luncurkan Fitur Baru T-Cash

 PT Telkomsel meluncurkan fitur terbaru T-Cash (mobile money) dengan mengadopsi teknologi layanan "near field communication" yang memungkinkan pengguna dengan mudah melakukan pembayaran transaksi baik tarik tunai maupun berbelanja. "Telkomsel terus mengembangan produk yang fokus pada pengembangan fitur. T-Cash yang sudah dapat digunakan di lebih 1.000 'merchant', juga dikembangkan untuk layanan lainnya seperti transportasi publik, taksi, parkir dan ke berbagai layanan finansial lainnya," kata Direktur Utama Telkomsel Ririek Adriansyah dalam siaran pers di Jakarta, Kamis (15/10).

Menurut Ririek, saat ini Telkomsel memiliki lebih dari 149 juta pelanggan dan 400.000 jaringan distribusi.Hal ini menjadikan Telkomsel sebagai operator seluler yang memiliki potensi besar untuk menjangkau berbagai tingkatan masyarakat di berbagai wilayah. "Hal ini sekaligus merupakan komitmen Telkomsel dalam mendorong penggunaan produk uang elektronik kepada lebih banyak lagi masyarakat, khususnya di dalam mendukung upaya pemerintah dalam mencapai tujuan Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT)," ujar Ririek.

Ia menjelaskan, dengan teknologi terbaru "mobile money" tersebut juga akan diuji coba ke 2.000 warga miskin di tiga kota oleh Telkomsel bersama Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K). Sekretaris Eksekutif TNP2K Bambang Widianto mengatakan, pemerintah membutuhkan terobosan agar penyaluran bantuan sosial dan subsidi lebih efektif dan efisien, sehingga dapat dapat menjangkau masyarakat penerima manfaat dalam jumlah yang tepat, waktu yang singkat dan biaya distribusi yang minimal.

Pemerintah juga ingin memberikan kenyamanan dan kemudahan bagi para penerima manfaat program dan subsidi pemerintah."Melalui layanan keuangan digital, diharapkan penerima manfaat dapat menerima dana bantuan dan subsidi tanpa perlu antri dan mengeluarkan biaya transportasi yang besar," kata Bambang. Nantinya, warga miskin yang akan mendapatkan subsidi bantuan tunai harus mendata dirinya terlebih dulu menggunakan kartu identitas asli sebelum bisa mencairkan uang yang disalurkan melalui T-Cash.

"Jangan khawatir, 15,5 juta warga miskin yang kami data dan telah menerima bantuan tunai, sekitar 70-80 persen sudah menggunakan ponsel. Itu sebabnya kami pilih T-Cash untuk uji coba penyaluran bantuannya agar lebih tepat sasaran," kata Bambang Widianto. [Ant/L-8; sumber: Suarapembarauan,  16 Oktober 2015)



Sabtu, 03 Oktober 2015

Berbagi Kue dari Pasar Aplikasi, Melihat Pasar Aflikasi Indonesia



Berbagi Kue dari Pasar Aplikasi
Oleh Didit Putra Erlangga Rahardjo
                
Mayoritas pengguna ponsel dengan sistem operasi Android di Indonesia akan menemukan Play Store begitu mengoperasikan gawai mereka untuk pertama kali. Sebagai pasar aplikasi, di tempat itu pengguna bisa mencari perangkat lunak untuk dipasang sehingga ponsel tersebut memiliki fitur atau kemampuan yang mendukung aktivitas sehari-hari.Beragam pasar aplikasi tersedia untuk dimanfaatkan pengguna telepon seluler pintar demi mendapatkan aplikasi yang bisa dipasang di perangkat mereka, Kamis (17/9). Untuk sistem operasi Android saja, saat ini Play Store memiliki 1,6 juta aplikasi yang bisa diunduh secara gratis ataupun berbayar.
Suka menghabiskan waktu dengan terhubung ke jejaring sosial tinggal mencari aplikasi semacam Facebook, Twitter, Path, atau Sebangsa. Mereka yang gemar memanfaatkan kamera ponsel bisa memilih berbagai opsi, seperti Instagram, Flickr, Vine, Snapseed, atau Camera FV-5. Play Store menawarkan pilihan aplikasi bagi pengguna untuk diunduh, sebagian dengan skema gratis dan selebihnya berbayar.
Lazada Indonesia
Layanan riset Statista menyebut bahwa jumlah aplikasi yang diunggah oleh para pengembang ke pasar aplikasi ini mencapai 1,6 juta buah pada bulan Juli. Angka tersebut menempatkan Play Store sebagai pasar aplikasi paling banyak dibandingkan sistem operasi lain, seperti App Store untuk iOS sebanyak 1,5 juta buah atau Amazon Appstore sebanyak 400.000 buah.Dari angka dan pertumbuhan tiap semester bisa dibayangkan betapa ramainya aplikasi baru yang hadir di katalog produk Play Store setiap hari. Hal tersebut justru memunculkan masalah baru bagi pengguna, yakni mengetahui aplikasi mana yang paling sesuai dengannya mengingat dia harus memperhatikan daya tampung perangkatnya.
Masalah yang sama juga dihadapi oleh pengembang aplikasi yang ingin produk mereka banyak dipasang. Katalog yang bertambah tiap hari bisa membuat karya mereka terkubur dengan cepat, kecuali mau mengeluarkan uang untuk memasang iklan sehingga aplikasi ditampilkan di halaman depan agar mudah ditemukan pengguna. Umumnya metode itu paling manjur mengingat pengguna kian tidak punya waktu untuk berburu sendiri.
Masalah berikutnya adalah mekanisme pembayaran di Play Store yang sebelumnya hanya bermodalkan kartu kredit baik untuk membeli aplikasi maupun transaksi di dalamnya (in app purchase). Jumlah pengguna kartu kredit di Indonesia hanya 3-4 persen dari total populasi atau sekitar 16 juta nasabah. Jumlah ini kontras dengan jumlah pengguna ponsel pintar yang mengakses internet dari gawai mereka, yang menurut survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia sebanyak 85 persen dari pengguna internet atau 74,8 juta orang.Masalah pembayaran sedikit terpecahkan karena kerja sama Google dengan operator telekomunikasi dengan memotong pulsa. Artinya, pengguna bisa memilih untuk bertransaksi dengan pulsa untuk membeli aplikasi atau barang-barang virtual di dalamnya.
Pasar local. Dominasi Google tidak menghentikan pemain lain untuk ikut terjun di bisnis pasar aplikasi. Muncul sejumlah pemain yang menjual konten lokal untuk pengguna, misalnya Yandex Store yang digunakan di Rusia dan beberapa negara, seperti Ukraina, Kazakhstan, dan Turki. Dengan koleksi sekitar 120.000 aplikasi pada tahun 2014, mereka bekerja sama dengan merek ponsel untuk dipasang sebelum diedarkan ke tangan konsumen.Layanan riset Statista menyebut bahwa jumlah aplikasi yang diunggah oleh para pengembang ke pasar aplikasi ini mencapai 1,6 juta buah pada bulan Juli. Angka tersebut menempatkan Play Store sebagai pasar aplikasi paling banyak dibandingkan sistem operasi lain, seperti App Store untuk iOS sebanyak 1,5 juta buah atau Amazon Appstore sebanyak 400.000 buah.
Pengguna di Tiongkok hanya bisa menggunakan pasar aplikasi lain di luar Play Store. Google menghentikan layanan di sana sehingga aplikasi mereka, seperti peta, surat elektronik, dan panduan kesehatan, tidak bisa dipergunakan. Para pelaku lain meramaikan pasar aplikasi, seperti Tencent, Baidu, dan Xiaomi dengan konten lokal mereka.Salah satunya, Baidu makin serius menggarap pasar di luar Tiongkok dan Indonesia termasuk di dalam rencana mereka. Ditemui di sela-sela acara Konferensi Permainan Mobile Indonesia-Tiongkok beberapa waktu lalu, Bo Jianlei, Direktur Baidu Indonesia, menuturkan bahwa mereka memiliki katalog berisi 500.000 aplikasi untuk membantu pengembang dalam negeri memasarkan karya mereka. Salah satu hal yang disebut, aplikasi mereka akan lebih mudah ditemukan ketimbang diunggah ke Play Store.
Baidu, kata Jianlei, bakal berfungsi sebagai perantara antara pengembang lokal yang ingin memasarkan produk di Tanah Air atau dipasarkan ke pasar luar negeri. Hal serupa dilakukan untuk produk dari luar Indonesia seperti Tiongkok yang dipersiapkan masuk ke Tanah Air. Selain menerjemahkan ke bahasa lokal, mereka juga memberikan konsultasi mengenai tampilan antarmuka agar sesuai dengan karakteristik pemain di sebuah negara.
Baidu tidak berambisi muluk. "Kami hadir bukan untuk menggantikan Play Store," kata Jianlei. Perusahaan yang dikenal dengan produk peramban (browser), yakni Opera, juga serius menggarap pasar aplikasi di Indonesia. Baru-baru ini mereka meluncurkan Opera Subscription Mobile Store bekerja sama dengan tiga operator telekomunikasi Indonesia, yakni Telkomsel, XL Axiata, dan Indosat. Cara kerjanya, pengguna hanya perlu membayar biaya langganan sebesar Rp 3.300 hingga Rp 5.500 selama seminggu dan mereka bebas untuk mengunduh aplikasi apa pun di katalog yang disediakan, baik yang gratis maupun yang sebelumnya berbayar.
Menurut Ivollex Hodiny, Growth Director of Asia Opera Software, skema tersebut bisa membantu para pengembang agar karyanya lebih mudah ditemukan dan dipergunakan. Dari sudut pandang operator telekomunikasi, mereka bisa memberi insentif kepada pelanggan dengan menghadirkan konten eksklusif.Saat ini, Opera memiliki koleksi aplikasi sebanyak 300.000 buah untuk diunduh dari situsnya. Hodiny mengatakan, layanan tersebut akan sejalan dengan produk peramban yang memiliki varian berdasarkan kemampuan untuk kompresi data agar pengguna bisa berhemat. Saat ini terdapat 30 juta pengguna Opera di Indonesia, masih jauh di bawah angka pasar aplikasi seperti Play Store.
Masih ada kue yang tersisa dari pasar aplikasi untuk semua. ( Sumber : Kompas 17 September 2015)